Plastik Oh Plastik!
Akankah menjanjikan? Apa saja alternatif bahan penggantinya?
Plastik memiliki dua mata pisau yang sama-sama menguntungkan sekaligus merugikan. Mengapa demikian? Kita tidak bisa hidup tanpa plastik. Hampir semua keperluan kita pasti akan berhubungan dengan plastik. Mulai dari kantung belanja, peralatan makan/ minum, kemasan makanan atau minuman, dan lainnya. Tapi plastik memiliki bahaya yang bisa mengancam kehidupan manusia di generasi berikutnya.
Ujang (35 Tahun) adalah seorang scavanger yang dalam bahasa sehari-hari kita sebut sebagai pemulung. Dalam sehari, Ia mampu mengumpulkan 200–250 botol plastik bekas untuk dia jual ke pengepul barang bekas di wilayah Bandung selatan. Tak hanya sampah plastik, Ujang dan istrinya juga mengumpulkan sampah dalam bentuk kardus, kertas koran, hingga kaleng yang diambilnya dari tumpukan sampah-sampah dalam radius tiga kilometer dari tempat tinggalnya di daerah Cikoneng — Bandung selatan. Profesi ini sudah Ia tekuni selama lebih dari 5 tahun dan mampu menghidupi anaknya yang kini bersekolah di salah satu Sekolah Dasar negeri.
“Saya melakukannya dengan ikhlas. Setiap pagi saya jalan berkeliling untuk mengumpulkan barang bekas dari bak sampah di sekitar tempat tinggal saya. Saya kadang pergi ke beberapa perumahan sambil membawa gerobak. Siangnya, saya bawa semua ke pengepul untuk dijual dan bisa dapat beras dan lauk untuk makan keluarga saya” ujarnya saat diwawancara di sela — sela kegiatannya.
Tak hanya Ujang. Ada ribuan orang lainnya yang menggantungkan nasib sebagai pemulung sampah. Dari sampah-sampah tersebut, dominasi terbesar dipegang oleh sampah jenis sisa makanan dan plastik. Dikutip dari Bandung Bergerak, hampir separuh dari volume sampah harian yang diproduksi Kota Bandung berupa sisa makanan. Di urutan kedua ada sampah plastik dan semuanya dikirim ke TPA Sarimukti.
Sampah plastik masih menjadi objek yang menguasai hampir seluruh jenis sampah di kota Bandung. Dalam sehari produksi sampah di kota bandung mencapai 1500 ton dan 50% -nya adalah sampah plastik.
Melihat kondisi yang demikian buruk, kita harus sadar agar penggunaan plastik ini seharusnya dikurangi dan kemudian dihilangkan. Sampah plastik pun menjadi sangat dominan di dunia, ancaman ini pun merambah hingga ke laut yang mengancam keberlangsungan hidup biota laut di dalamnya. Indonesia pun dinobatkan sebagai salah satu penghasil sampah plastik yang dibuang ke laut dan berada satu level di bawah Cina.
Lantas bagaimana sampah plastik ini dapat berjalan hingga masuk ke lautan? Penanganan limbah sampah yang masih dirasa kurang terjadi di Indonesia. Hal ini bukan tanpa sebab. Banyak faktor yang mendukung pengelolaan sampah tidak optimal. Sebagian besar yaitu masih adanya ketidaksadaran masyarakat dalam mengelola sampah itu sendiri.
Dari sampah-sampah tersebut terdapat beberapa jenis sampah plastik yang paling banyak ditemukan yaitu:
- Botol plastik : 1.578.834 — (450 tahun, berubah bentuk menjadi pecahan kecil/ mikroplastik)
- Tutup botol : 822.227 — (450 tahun, berubah bentuk menjadi pecahan kecil/ mikroplastik)
- Bungkus makanan : 762.353 — (100–500 tahun, berubah bentuk menjadi pecahan kecil/ mikroplastik)
- Kantong plastik : 520.900 — (100–500 tahun, berubah bentuk menjadi pecahan kecil/ mikroplastik)
- Minuman plastik : 419.380 — (450 tahun, berubah bentuk menjadi pecahan kecil/ mikroplastik)
- Sedotan : 409.087 — (450 tahun, berubah bentuk menjadi pecahan kecil/ mikroplastik)
- Jenis plastik lainnya : 368.655 — (450 tahun, berubah bentuk menjadi pecahan kecil/ mikroplastik)
- Steroform : 365.584 — (tidak bisa terurai).
Plastik dari Biji Alpukat
Sampah plastik adalah sebuah mimpi buruk yang berkepanjangan dari generasi ke generasi berikutnya. Proses daur ulang yang lama, menyebabkan banyak negara berlomba mencari alternatif pengganti plastik. Sebutlah Meksiko — salah satu negara besar di Amerika selatan ini memiliki pabrik-pabrik besar yang mampu mengolah biji alpukat menjadi bahan Biopolymer.
Salah satu perusahaan Meksiko, bernama BioFase, baru-baru ini menciptakan peralatan makan ramah lingkungan yang hanya membutuhkan waktu 240 hari untuk terurai. Alat makan tetap dapat digunakan hingga 1 tahun jika disimpan di tempat yang kering dan segar. Setelah itu, ia mulai terurai.
Perusahaan mendapatkan biji alpukat dari pengolah alpukat dan pembuat guacamole atau minyak. BioFase saat ini menawarkan peralatan makan yang biodegradable dan kompos: yang biodegradable bergabung kembali ke alam setelah jangka waktu tertentu sementara yang kompos harus dibuang ke tempat sampah kompos untuk terurai sepenuhnya. Meskipun produk mereka tidak murah, mereka adalah cara yang bagus untuk menggunakan produk yang seharusnya dibakar di tempat pembuangan sampah. Perusahaan membutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk membuat peralatan makan yang ramah lingkungan ini dan tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah membentuk bahan tersebut menjadi bentuk peralatan makan tersebut.
Plastik dari Limbah Tebu
India terkenal sebagai negara penghasil tebu terbesar nomor dua di dunia. Dengan melimpahnya tebu, tentunya limbah yang dihasilkan pun sangat banyak. Pemanfaatan limbah tebu ini tentunya sangat unik. Limbah tebu atau Bagas akan diolah menjadi salah satu materi serupa Polistirena/ Polystyrene. Sebuah pabrik di India bernama Yash Paka, telah membuat berbagai jenis barang hasil olahan limbah tebu seperti nampan makanan, piring, box makanan, dan lainnya.
Beberapa perusahaan lainnya berlomba menggunakan bahan alternatif lain seperti limbah nanas, lumut, dan jamur sebagai bahan alternatif pengganti plastik untuk membuat barang yang diinginkan.
Dikumpulkan dari berbagai sumber. Ditulis dan disusun oleh D. Kriss — Penulis adalah pemerhati sosial dan musisi hip hop.